Sebelumnya
Di balik semua kata atau itu, kenapa gue lupa sesuatu. Gimana caranya gue bisa kenal lebih jauh sama dia? Kalo keinginan gue banyak kayak gitu, tapi gue nggak bisa kenalan lebih jauh dengan dia. Buat apa? Kalimat "atau" yang ada malahan, "atau gue mati". Jadi, gimana pun caranya, gue harus bisa kenalan lebih jauh sama dia. Gimana caranya? Buat gue, kenalan sama cewek nggak sesulit membalikkan telapak kaki. Tapi kalo kenalan sama cewek yang gue suka, itu lebih sulit daripada menukar posisi jempol kaki ke jidat. Jadi, gimana caranya?
Penyesalan gue terbesar saat ini, kenapa tadi gue sok keren nolak tawaran pin BB dia dari si Dimas? Ke-bego-an gue kembali terulang. Ah, gue minta aja lagi sama Dimas,
"Mas, lo ada pin BB si Vina nggak?" pesan yang pertama gue kirim ke Dimas lewat BBM.
"Buat apa?"
"Kemarin buku perpustakaan yang gue pinjem tinggal di rumah dia. Gue takut dimarahin sama penjaga perpus. Karena harus dibalikin besok."
"Apa? Dimarahin?"
"Nggak, disundul! Bego!"
"Ohh, nggak ada sih kalo si Vina."
"Ohh... Kemarin gue liat si Vina agak deket sama Diandra, kayaknya si Diandra ada pin BB-nya. Gimana kalo minta pin BB-nya Diandra?" <--- MODUS
"Diandra yang mana? Gue lupa."
"Halah, yang kita ceritain pas di rumah lo kemarin. Masak lo lupa." Gue mulai berperasangka kalo Tuhan pas nyiptain otak Dimas ketuker sama otak ikan koi.
"Oh.. Diandra Siswanto?"
"Siapa lagi tuh? Bego banget. Diandra yang lo bilang cantik itu loh jempol... "
"Ohh, ada sih. Tapi udah gue delcont. Kan kemarin lo nggak mau pin-nya."
"Kampret. Oke dah."
"Sip kakak..."
Kalo cara ini emang nggak bisa, gue kepaksa minta langsung besok. Bersama Dimas tentunya.
Siang ini emang panas banget, matahari bersinar terik tepat di atas kepala. Debu juga beterbangan kesana kemari. Suara teriakan kemenangan ala anak sekolah terdengar seusai bel pulang sekolah berbunyi.
"Yeeeyyy...."
"Horee... Akhirnya pulang juga." Teriak salah satu siswa seakan dia nggak pulang ke rumah 3 tahun.
"Alhamdulillah..." Inget sama Tuhan saat seneng aja...
"Allahuakbar.." Abis pulang jihad nih kayaknya.
"Allahuakbar... Allaaahuuuakbaaar...." Dimas malah adzan.
Dari semua kesenengan mereka, seakan mereka itu lupa kalo sebenarnya sekolah mereka masih menunggu esok hari.
Itulah keadaan sekolah gue setiap bel pulang sekolah.
Sehabis sholat Dzuhur, gue dan Dimas melangkahkan kaki ke warung tempat kami mangkal biasanya. Siang ini, halaman sekolah terlihat lebih rame dari biasanya. Nggak tau kenapa. Gue dan Dimas semakin ngerasa gerah, ingin rasanya gue lari telanjang keliling sekolah, trus meper-meperin titit ke semua orang kayak sales panci nawarin barang di Mall,
"Tititnya kakak... Tititnya... Boleh yaa boleehh.. Diliat-liat aja dulu kakak. Harga borongan, kak. Boleh dicoba dulu, kak. Siapa tau pas... Harga teman kok kak."
Tapi gue urungkan niat itu, gue takut bakal susah punya pacar dan yang lebih takutnya lagi yang ngeliat dan nawar titit gue malah laki-laki. Hih.
Namun, rasa gerah gue hilang seketika setelah gue nge-liat dia...
Siapa, Ki? Guru BP?
Lah kenapa nanya sama aku, tanya sama Rian-nya lah. Lanjut ceritanya dong, Yan..
Bukan. Tapi Diandra. Ia duduk di kursi yang berada tepat di bawah pohon yang rindang. Kayaknya dia juga mau ngadem. Kali ini, gue nggak mau nyia-nyiain kesempatan. Gue deketin dia, dengan begonya Dimas malah ngikuti gue. Semakin gue mendekati dia, tiba-tiba aja jempol gue ilang, eh bukan.. tapi si Dimas kesandung batu. Bego.
"Bruukk..." Suara yang cukup keras karena jatuhnya juga telak,
"Eh.." Diandra kaget, gue kaget, Dimas kaget, kalian semua juga pasti kaget kaannn hayyooo....
Seragam Dimas yang awalnya putih jadi berubah ke-abu-abu-an karena kena pasir. Gue panik. Gue nyesel mengikutsertakan Dimas dalam acara ini. Biar disangka orang yang perhatian, gue langsung nolongin Dimas, gue pegang tangannya dengat erat. Dimas memandang mata gue dengan penuh harapan,
"Tenang. Dimas nggak apa-apa kok." sambut Dimas.
Rencana gue supaya dikira perhatian berantakan, gue malah dikira homo.
"Aduh, kasihan ya temennya." kata Diandra.
"Ahh, nggak apa-apa kok, dia emang udah biasa kayak gitu. Eh, kenalin ini temen gue, Dimas."
Ternyata Dimas terjatuh dengan badan yang bergetar di sebelah gue diikuti dengan mulut yang berbusa.
"Alhamdulillah.. Meninggal juga nih bocah" Syukur gue dalam hati
"Eh, iya. Gue Dimas." Oh Tidak! Dimas masih hidup.
"Gue Diandra." sambil menyodorkan tangan untuk bersalaman. Kampret, kemarin aja gue nggak dapet.
"Maaf, gue lagi jaga wudhu." ini apaan coba si Dimas? Padahal 5 menit sebelumnya dia masih coli bareng gue. Kok tiba-tiba jaga wudhu.
"Iya, Mas. Udah kenal kan. Tadi kebetulan kita lewat sini, trus gue mau nyapa Diandra kan nggak lucu kalo gue nggak ngenalin lo ke Diandra."
"Ahh.. Lucu kok lucu. Sumpah lucu banget itu." Dimas kembali salah nangkep apa yang gue maksud.
"Haha..." Diandra malah ketawa. Kayaknya dia mulai ngira gue memiliki hubungan spesial dengan Dimas.
"Diandra, udah lama ya pake jilbab?" tanya Dimas.
"Iya, udah dari SD." jawab Diandra.
"Wow! Dahsyat!" jawab Dimas lagi.
"Haha... Biasa aja."
"Katanya kan lo aktif di banyak organisasi sekolah tuh. Terus lo orangnya pinter katanya. Pastinya hari-hari lo penuh dengan kesibukan dong. Dan cewek tipikal kayak kamu seharusnya udah bisa nyari duit sendiri loh." Dimas menerangkan.
"Gimana caranya? Ngurusin sekolah aja udah ribet."
"Tenang... Gue punya saran buat lo. Jadi, lo nggak perlu keluar-keluar rumah atau apa. Lo cuma perlu duduk di rumah, mantengin laptop. Tinggal cari-cari downline. Biarkan uang yang bekerja untuk lo. Mumpung lo masih muda dan aktif banget pastinya." harapan palsu dari Dimas.
"Trus?"
"Pokoknya lo tinggal ajak temen-temen lo. Semakin banyak yang direkrut makan pemasukan per bulan ke deposit lo bakal makin bertambah."
Lah, Dimas malah nawarin MLM.
"Udah ah, jangan percaya Diandra." kata gue.
"Iya, haha." balas Diandra.
"Wah, terlihat semangat muda kalian memang sangat dahsyat!"
"Wee, kampret. Udah.." tandas gue.
"Hmm..." jawab Dimas merayu. Geli.
"BTW, lo punya BB nggak, Ndra? Minta pin BB-nya dong."
"Ohh, oke. Nih.. xxxxxxxx Buat apa?"
"Nggak ada, ngumpulin temen aja. Kebetulan gue BB-baru."
"BB baru biji mata lo kendor?!?!?!" teriak Dimas. Saat itu juga pengen banget gue masukin kepala Dimas bulet-bulet ke mulut kadal. Tapi kayaknya kadalnya nggak mau.
"Ahh, lo nggak tau sih. Gue baru beli semalem. Belum gue ceritain ke lo." Gue bohong.
"Ohh oke deh. Ntar buruan di add ya, aku pengen deh chatting sama kamu. Aku pergi dulu yah, Yan. Bye. Eh, Mas. Lo kalo mau ngelanjutin tawaran tadi, minta aja pin gue sama Rian ya. Dahsyat loh" potong Diandra lalu ia berlalu meninggalkan kami. Ditutup dengan senyuman khasnya.
"Bye..." Gue seakan melayang. Gue langsung ngerasa terbang ke Raja Ampat. Surga. Apalagi denger dia pengen banget chatting sama gue. Gue nggak nyangka, tapi kayaknya sih dia emang ada urusan aja sama gue. Mungkin tentang organisasinya dia. It's ok.
Ntar, tadi gue nggak salah denger ya? Dia manggil gue dengan sebutan "kamu" tapi mungkin dia emang gitu ke semua orang. Eits.. Tapi gue inget tadi dia ngomong sama Dimas pake "gue-lo". Ada apa ini? Ah, gue nggak mau mikir kejauhan.
"BTW, si Diandra serius nggak mau gabung sama tim gue? Kayaknya dia serius sama prospek gue. Harus langsung gue daftarin nih dia. Minta pin BB-nya dong."
Gue langsung sumpel mulut Dimas pake pot bunga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon memberi komentar dengan sopan dan bijak. Silahkan komentar sepuasnya, selagi gratis!
=)