. SiRizki: Belajar dari Yoghurt dan Pesawat

Senin, 17 Maret 2014

Belajar dari Yoghurt dan Pesawat


Minggu lalu kelas XII di sekolahku sedang menjalankan cobaan mereka, UAS. Sebenarnya sih aku masih belum tahu pasti apa kepanjangan dari UAS, Ujian Akhir Sekolah atau Ujian Akhir Semester, atau mungkin Untuk Adek Semuanyaboleh. #yaelahbro 

Nah, dikarenakan rakyat Indonesia memiliki prinsip, "Saat sulit kita hadapi bersama, saat bahagia, sori, gue sendiri aja." jadi anak kelas X dan kelas XI diliburkan selama seminggu. Ya, seminggu, berarti tujuh hari. Itu lama... Kalo tujuh hari penuh dipake buat maen futsal, seger kagak, meninggal kita.

Daripada seminggu penuh aku pake buat main futsal, main PS, main laptop, dan main-main di kamar mandi. Eeennggak.... Maksudnya main laptop di kamar mandi, tangan kanannya yang main laptop. Tangan kirinya..... Hiaaa... #EnggakIniBohong Jadi aku dan keluarga menghabiskan waktu senjang ini untuk liburan ke Batam, Singapura, dan Pulau Bintan. 

Wah, keren dong. Pulau Bintan kan bagus pantainya, liat fotonya dong...

Ini dia masalahnya, pas nyampe sana eh, HP andalanku buat berfoto ria, si Sony Xperia malah rusak, nggak tahu kenapa. 

Kan ada kamera sih, masak HP doang

Kita sekeluarga lupa bawa kamera. #AbsurdAbis

Tapi tenang teman-teman, walau nggak ada fotonya, masih ada yang bisa kubagiin ke kalian. Aku punya dua cerita yang mungkin inspiratif dan keduanya berdasar pengalamanku selama liburan. Kita mulai yaa...


.....


Aku bergegas menuju ruang tunggu bandara Kuala Namu, tepatnya di Gate 9. Entah jam tanganku yang kecepetan atau emang aku yang kelamaan datang, soalnya jam 8.25 pagi udah boarding (masuk ke pesawat) tapi jam 8.20 aku masih enak-enakan makan di salah satu restoran di dalam bandara ditambah anggota keluargaku yang lain udah di dalem ruang tunggu. Kalo telat, bisa ditinggal gitu aja sama mereka. Apalagi mama aku, daripada rugi tiket pesawat, bagusan anaknya yang nginep di bandara. 

Dengan wajah yang keringetan karena lari-lari ke ruang tunggu, aku ngecek jam dinding di salah satu sisi ruang tunggu, ternyata masih jam 8.10 pagi. Kampret. Aku ngecek jam tangan, tetep sama, jam 8.10. Ternyata aku yang salah liat. 

Daripada langsung duduk di dalam ruang tunggu, lebih baik aku duduk di luar aja, soalnya kalo udah masuk ke ruang tunggu, kalo mau ke toilet susah. Mesti bawa tiketnya dan diperiksa pake X-Ray lagi. Yang ada ribet. Dan kebetulan masih ada satu tempat duduk kosong di dekat pintu masuk ruang tunggu. Di sebelahku, ada seorang ibu-ibu berjilbab yang kira-kira berumur 38 tahunan bersama anaknya yang mungkin umurnya 4-5 tahun, serta di sebelahnya juga ada suaminya yang keliatan seumuran dengan si ibu. Penampilan mereka nggak terlalu necis, terkesan biasa saja. Bukan aku bermaksud kalo mau ke bandara harus berpakaian yang rapi. Hanya saja untuk keluarga kecil yang satu ini, pakaian mereka bahkan keliatan kumal. Ya, bisa jadi mereka berasal dari keluarga yang kurang mampu. 

Karena bingung mau ngapain, aku jadi kepo untuk memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan keluarga kecil ini. Hingga terdapat sebuah percakapan yang cukup menegur hatiku.

A : Anak
B : Bapak
I : Ibu

A : "Ma, kapan kita naik pesawat lagi?"

I : “Sabar ya Nak, nanti aja tunggu adek udah 10 tahun. Karena pesawatnya nggak bisa tiap hari. Makanya kita nanti pulangnya naik bus.”

A : “Ohh, kalo gitu nanti pas pulangnya kita naik sedan biru kayak tadi aja.” (Mungkin nyebutin Taksi)

B : “Nggak enakan naik bus aja, Nak? Kan bisa rame-rame.”

A: “Tapi kan kita udah sering, Pa.”

Belum usai percakapan mereka, aku langsung meninggalkan keluarga kecil tersebut. Bukan aku merasa percakapan mereka nggak penting, tapi justru percakapan mereka memberi aku pelajaran kalo bukan cuma di atas langit masih ada langit, tapi di bawah langit masih ada langit juga.

Aku jadi mengerti kalo di luar sana masih banyak orang yang bahagia dengan yang hal yang aku anggap sepele. Alhamdulillah, sampe sekarang aku masih bisa naik pesawat kapan aja aku mau, mungkin bisa sebulan sekali atau tiga kali. Bahkan aku udah lupa berapa kali naik pesawat, tapi di luar sana masih ada orang yang cuma bisa nontonin orang naik pesawat. Karena ketidaksadaran akan hal itu, aku jadi sering nganggap sepele segala sesuatu. Contohnya aku cukup sering hampir ketinggalan pesawat karena asyik-asyikan main HP atau tiduran di rumah.

Bahkan, sang Ibu sampe bela-belain buat ngibulin si anak. Wajar, Ibu mana yang pengen anaknya sedih.

Selanjutnya, aku juga bisa naik sedan tiap hari, kemana aja. Tanpa aku ketahui, contoh kecilnya adalah keluarga tadi, anak mereka keliatan seneng banget udah naik sedan. Padahal sedannya punya orang lain lagi.

Maaf Tuhan, aku terlalu sering memikirkan hal yang nggak aku miliki, tapi lupa dengan hal yang ku miliki. Memang kebahagian kecil ini bukan milikku, bukan juga milik orang tuaku, tapi milik-Mu. Aku sering berfikir hidupku serba kekurangan, padahal masih banyak orang yang mungkin lebih kurang dari apa yang ku punya. Terima kasih juga Mama, yang sering ngingetin,

“Di atas langit masih ada langit, tapi di sebelah langit ada langit dan di bawah langit masih ada langit juga. Jadi, jangan kebanyakan ngeliat ke atas, liat juga apa yang ada di sebelah dan di bawah kita.”


.....


Dengan detail aku merhatiin susunan Yoghurt di rak khusus minuman dingin di salah satu supermarket Hypermart Batam. Ada Yoghurt yang berupa minuman dan ada yang berupa makanan. Dengan berpedoman pada slogan, “Harga menentukan kualitas.” Aku nyari Yoghurt yang paling mahal, yang kalo botolnya dijual lagi duitnya bisa buat ngundang JKT48 sama Justin Bieber tampil secara private di rumah.

Mataku terpusat pada salah satu Yoghurt yang terdapat bendera Prancis di salah satu sisinya. Dibanding yang lain, Yoghurt yang satu ini yang paling mahal. Dan kayaknya paling bagus, kan buatan Prancis.

Seketika, muncul seorang wanita Bule sembari menggendong bayinya, seperti bule pada umumnya, rambutnya pirang, tinggi, hidung mancung, dan dia juga pake kacamata dan topi. Umurnya kayaknya masih muda, berkisar 28-35 tahun, sayangnya aku belum memiliki kemampuan untuk memikirkan dia dari Negara mana. Dia juga sama kayak aku, nyariin Yoghurt. Terus yang jelas, dia fasih berbahasa Inggris, soalnya entah atas dasar apa, dia ngajakin aku ngomong bahasa Inggris. Waaaattt!! Aku panik. Bulenya juga panik. Soalnya bayinya ku culik.

Syukurnya, dia bisa menyesuaikan lawan bicaranya yang orang Indonesia. Dan kalo diartikan, dia ngomong gini,

“Keren, aku jarang melihat Yoghurt semurah ini.” Sembari mengambil Yoghurt buatan Indonesia yang harganya lebih terjangkau. Dia juga keliatan norak ngeliat Yoghurt berharga murah, soalnya dia ngambil banyak banget.

Terus karena iseng, aku nanya balik dengan modal Grammar yang berantakan, “Hmm… Why don’t you take this one?” Sambil nunjukin yang buatan Prancis tadi.

Dan kalo nggak salah. dia ngejawab, “Why don’t you take the cheaper one?” (Kenapa kau tidak mengambil yang lebih murah?)

Selanjutnya, aku terjemahin ke bahasa Indonesia aja ya, jari udah keriting nulis bahasa Inggris.

Aku jawab, “Kan harga menentukan kualitas. Dan ini juga buatan Prancis, pasti lebih bagus daripada buatan Indonesia.”

“Aku tidak mengerti mengapa orang Indonesia lebih percaya dengan negara lain daripada negaranya sendiri. Padahal, negaranya sudah menyediakan sesuatu yang lebih murah dengan kualitas yang mungkin juga sama. Ayolah, Negara kalian ini sebenarnya hebat, dan akan lebih hebat kalau kalian meyakini kehebatan itu.”

Jleb, aku jadi speechless, kayaknya aku nyesel udah iseng ngajakin bule yang satu ini ngomong, mungkin dia temen Bimbelnya Mario Teguh makanya bisa sebijak itu.

“Oke, terima kasih sarannya.” Tandasku sembari bergegas ninggalin bule itu dan langsung nyari bagian sabun mandi. Pengen rasanya nyonyotin sabun mandi. Walau akhirnya aku beli dua-duanya, buatan Prancis dan Indonesia, tapi aku tetep mikirin apa yang dibilang bule tadi.

Kalau dia aja yang notabenenya adalah Warga Negara Asing bisa yakin Indonesia ini hebat, kenapa aku yang WNI bisa nggak percaya. Berarti aku ini statusnya aja yang WNI, tapi jiwanya entah kemana. Sama aja kayak punya pacar cantik, seksi, montok, tapi laki. Buat apa? Nggak bisa diapa-apain. Yang ada mentok tiang sama tiang. #IniSerius

Wajar kalo negara Barat sana bisa maju, karena mereka percaya dan bangga dengan negaranya sendiri. Negara Indonesia nggak akan jadi apa-apa tanpa kepercayaan dari rakyatnya. Coba liat Korea Selatan, awalnya tidak ada yang mempercayai kualitas merk mereka, tapi karena semangat pantang menyerah dari segala aspek disana, produk mereka jadi cukup disegani di dunia. Contohnya, Samsung, Hyundai, dan sebagainya. 

Kita juga bisa seperti mereka, walau kita mungkin udah tertinggal, tapi kita pasti bisa ngejer. Kenapa? 

Karena kita adalah Indonesia, negara yang kuat.





Baca juga yaa

2 komentar:

  1. Hihihihi. Diingetin sama bule ya? emang sebenernya banyak barang kita yang bagu-sbagus kok. Cuman ya itu, image-nya udah jelek duluan. Padahal yang bikin image-ny ajelek ya orang kita sendiri. :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener banget. Kita aja yang nggak percaya sama diri sendiri.

      Hapus

Mohon memberi komentar dengan sopan dan bijak. Silahkan komentar sepuasnya, selagi gratis!
=)