. SiRizki: Cewek, UN, dan Kreativitas

Minggu, 12 April 2015

Cewek, UN, dan Kreativitas

Dalam dua minggu terakhir, aku selalu jor-joran ngeposting blog sampe aku lupa akan akibatnya yang bisa membuat aku kehabisan ide. Aku ngerasa bego...

Untungnya, karena besok UN buat SMA kelas terakhir, maka aku menjadikan UN sebagai bahasan kali ini. Aku ngebahas, "Kenapa sih UN nggak penting?" Tapi sebelumnya, izinkan aku membahas sedikit kisah temenku sewaktu SMP.

Nah, ceritanya temenku tersebut bernama X (Seorang pria paruh baya yang sedang berjuang keras menamatkan sekolahnya dengan segera). Jadi, beliau ini punya cewek, yaa pacaranlah ceritanya. Namun, sebulan sebelum UN SMP diselenggarakan, dia diputusin sama pacarnya. Alasannya klasik, "Aku mau fokus UN dulu, pengen fokus belajar." Aku malah heran apa hubungan pacaran sama UN, aku curiga dia mutusin temenku, lalu macarin abang-abang yang jualan kunci jawaban UN.

Syukurnya, beberapa hari setelah UN, ex-pacar temenku itu minta balikan,..... Sama mantannya yang lain. Jleb story. Ternyata, alasan UN hanyalah kedok untuk mutusin temenku. Semua itu hanyalah kedok... Temennya katak. 

Maka dari itu, aku berpendapat bahwa, kebanyakan cewek zaman sekarang itu sebenarnya pinter-pinter cuma yaa pura-pura bego aja gitu. Nih, ya pesen aku buat para cewek, kalian nggak usah sok-sok jual mahal, deh. Kalo suka, kalo pengen ya bilang aja. Jangan sok-sok, "Gue kan nggak tau dia deketin gue.." Huft, pura-pura nggak tau. Kalian pasti tau!

Aku yakin kalo kalian pasti tau banget kalo ada cowok yang deketin kalian. Cowok kalo misalkan nge-BBM, nge-Line tiap hari atau apalah, trus nanyain, "Kamu lagi apa?", "Udah makan belum?", "Udah mandi?", "Udah sholat?", dan pertanyaan semacamnya. Kalian kira seorang cowok kayak gitu ke semua cewek? Ya, nggak lah.. Itu cuma ke satu cewek doang. Makanya aku yakin, nggak mungkin kalian nggak tau.

Kesimpulan lain adalah, cowok pemalu dan penakut kayak aku bakal susah punya pacar. #sad

Karena cewek itu orangnya gengsian, sedangkan aku adalah cowok penakut yang nggak bakal ngaku tentang isi hati kalo aku nggak tau kalo si cewek juga punya perasaan yang sama atau tidak. Tai, kalimat macam apa ini?

Jujur, akibat hal tersebut, kalau soal cinta aku tidak terlalu berprestasi. Karena, 9 dari 10 wanita yang ku deketin. Hanya dua... Yang bebas ketombe. Ceileh. -__-


Dan beberapa kesimpulan di atas aku ambil beberapa saat setelah temenku nyeritain ulang kisahnya beberapa hari yang lalu. Entah mengapa aku nanyain tentang itu lagi kemarin. Untungnya dia nggak galau lagi. Alasannya karena setelah diputusin ceweknya, dia tetep bisa dapetin nilai bagus di UN. Syukurlah.

Berbicara tentang UN, aku sangat mendukung penuh langkah baru menteri pendidikan kita, Bapak Anies Baswedan, dengan menetapkan bahwa nilai UN tidak lagi berpengaruh terhadap kelulusan. 

Hampir tiap tahun, tercatat banyak kasus bunuh diri yang diakibatkan kegagalannya dalam UN, sehingga harus mengulang lagi sekolahnya. Mungkin, langkah yang diambil Pak Anies juga bertujuan agar kejadian-kejadian seperti ini tak terulang lagi. Amin.

Selain melakukan evolusi terhadap ujian nasional, aku harap ke depannya pemerintah juga melakukan terobosan baru dalam pendidikan yang berdampak nyata terhadap kualitas pendidikan kita.

Andai saja, Pak Anies tidak menetapkan kebijakan baru tersebut, yakni pengaruh Ujian Nasional atau UN terhadap kelulusan, maka aku merupakan salah seorang yang menyatakan bahwa UN lebih banyak minus-nya dibanding plus-nya. 

Apa saja itu? Cekidot...

1. Proses Belajar Bertahun-tahun Hanya ditentukan dalam beberapa Hari

Hal demikian merupakan kerugian terbesar UN terhadap para pelajar di Indonesia. Bayangkan saja, kita udah belajar begini-begitu, eh lulus/nggak lulusnya cuma ditentukan dalam hitungan hari doang. Kemudian, dari sekian banyak pelajaran dan soal yang kita pelajari di sekolah, eh yang nentuin kita cuma 40-50 soal doang. Itupun dipilih secara acak. Aku bukan menjudge, "Jadi buat apa belajar?" tetapi, "Jadi buat apa sekolah? Tiap hari datang pagi, pake baju sekolah, ngerapiin rambut, dsb. Buat apa?"

2. Sekolah yang Memahami Kualitas Muridnya

Saat UN, bisa aja tiba-tiba seorang siswa sakit atau gimana sehingga dia nggak bisa ngerjain UN dengan fokus atau kemungkinan terburuk kalau dia tidak datang kemudian ia juga tetap tidak bisa mengikutin ujian susulan karena kekunci di kamar mandi sekolah sejak kelas 2 SD. Gimana coba? Maka dari itu, aku ngerasa pemerintah selaku penyelenggara Ujian Nasional nggak berhak menentukan nasib seorang pelajar. 

Aku berfikir bahwa sekolah atau guru-lah yang mengerti anak "ini" gimana, baik apa nggak, pinter apa nggak. Karena pinter atau nggaknya seorang pelajar nggak bisa ditentuin dalam UN aja. Kita bisa lihat, betapa banyaknya kasus pelajar berprestasi yang nggak lulus UN. Entah karena alasan apa.

3. Nggak Adil

Seperti yang kita ketahui, Ujian Nasional hanya mengujikan beberapa mata pelajaran dari sekian banyak mata pelajaran yang kita pelajari di sekolah. Yang diujikan hanya, Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Inggris. Coba bayangin, gimana nasib orang yang cuma jago Agama? Atau di bidang olahraga? Atau jago di bidang yang nggak di-UN-kan. Aku sih nyaranin harusnya UN itu mata pelajarannya dipilih oleh siswa sendiri. 

Jadi, misalkan dia berbakat di bidang melukis, yaa diuji kemampuan melukisnya. Terus kalo jago di bidang olahraga, misalkan lompat jauh, ya di-ujian-kan lompat jauhnya itu. Gimana kek dibuat ujiannya.

Contohnya, si jago lompat jauh tadi dites lompat dari kelasnya ke.... Lebanon. Pulangnya jalan kaki, karena kecapean trus lupa bawa duit. Nyampe-nyampe temen sekelasnya udah tamat... S3.

Kenapa lagi aku bilang nggak adil? Karena kebanyakan nilai yang diperoleh adalah nilai palsu alias hasil dari kunci jawaban. Udah jadi rahasia umum kalo kebanyakan peserta UN menggunakan Kunci Jawaban yang didapat entah darimana saja. 

Isunya di beberapa sekolah bahkan, setiap pagi sebelum UN seluruh pengawas UN di-briefing dan diberikan pengarahan agar memberikan "kebebasan" terhadap siswanya selaku peserta UN.

Kalau begini, pelajar yang rajin dan berprestasi lah yang dirugikan, karena dia udah belajar siang-malam untuk mempersiapkan UN, eh ternyata yang malas juga bisa ngerjain soal-soalnya. Ya, ternyata UN itu hanyalah drama, sandiwara, dan air mata yang masih saja mendera. Halah.

4. Membuat Siswa Selalu Terfokus pada Nilai

Seperti poin di atas, akibatnya UN ini membuat siswa selalu terorientasi pada nilai. Jadi, tujuan mereka belajar bukan untuk ilmu tapi untuk nilai. Membuat siswa berfikir, "Belajar atau nggak belajar toh sama aja. Kan ada kunci jawaban." 

Yang perlu ku ingetkan adalah, jangan belajar untuk nilai tetapi untuk ilmu. Namun, di sekolah yang dikejar adalah nilai. Mengapa? Kalo kata salah satu Kaskuser (Pemilik akun di www.kaskus.co.id), begini...

"Sekolah memang ditujukan untuk mencari ilmu, tapi kalo yang dicari ilmu nya doang, pada akhirnya tua dan jenggotan disekolahan karena ilmunya belom paham paham. Dengan kata lain, kaga lulus lulus, Gan. So, memang sekolah untuk nyari ilmu itu penting gan, penting banget, tapi kalo kitanya juga gak mentingin nilai, kaga lulus lulus dong, Gan!

Kesimpulannya, nilai juga harus dikejar, karena berpengaruh untuk kelulusan sekolah. Tetapi kita HARUS tetep belajar, karena bakal berguna untuk kedepannya sampe kita tua nanti.

....

Sebenarnya banyak lagi poin yang pengen ku sampaikan, tapi aku udah capek. Lemes, Bang... Jadi itu aja deh ya. Haha.

Masih banyak harapan yang kutujukan terhadap pendidikan di Indonesia, seperti mata pelajarannya, sistemnya, dan banyak lagi. Karena, akibat sistem pendidikan kita, ada banyak bakat terpendam anak-anak Indonesia yang tak dieksploitasi. Harusnya sekolah dijadikan tempat mengembangkan minat dan bakat, harusnya sekolah lah yang beradaptasi terhadap kemampuan siswa, bukan malah sebaliknya.

Gimana mau membentuk "Messi", "Michael Jordan", "Michael Jackson", "Mike Portnoy" di Indonesia kalo kita tetep memaksakan siswa untuk memantaskan diri dengan pelajaran yang diberikan sekolah tanpa memandang kemampuan siswa.

Aku sering berkoar bahwa kemampuan tiap individu itu pasti beda-beda, ada yang jago Fisika, ada yang jago main catur, ada yang jago Kimia, ada yang jago main kelereng, pokoknya banyaklah. Kalo seorang siswa berbakat di bidang yang KEBETULAN dipelajari di sekolah, ya syukur. Berarti bakat mereka bisa diperdalam. Tapi kalo jago main musik? Hanya sedikit sekali sekolah di Indonesia yang memandang serius bidang ini.

Sedikit contoh, saat kita melihat konser One Direction di Youtube atau secara langsung, kemudian saat kita menonton aksi Cristiano Ronaldo mengolah si kulit bundar di televisi. Sebagian besar respon kita adalah, "Wow, mereka sangat mengagumkan!" atau pujian semacamnya. Lalu, kita juga akan mengikuti gaya bernyanyi One Direction atau cara Ronaldo menggocek bola. Selepas itu, kita juga mengikuti gaya rambut mereka, baju, pokoknya fashion mereka. Sehingga bisa dibilang, mereka sedikit demi sedikit mempengaruhi lifestyle kita.

Lalu darimana semua ini berasal? Yap, semuanya berasal dari dunia yang ku sebut sebagai Private Sector atau Sektor Swasta. Hal tersebut datang dari industri hiburan, akademi, dan perusahaan-perusahaan besar yang menjual produknya pada kita dan menguasai periklanan. 

Dari mana kita menonton Ronaldo? Benar, dari TV, Youtube, atau apapun itu. Kemudian, kita melihat gaya rambutnya dari sosial media, internet, dsb. Setelah melihat fashionnya, kita mulai membeli produk-produk yang dikenakannya, mulai dari baju, celana, bahkan pomade-nya. 

Siapa yang memiliki Youtube, TV, sosial media, merk pakaian, dsb? Ya, tentunya sektor swasta.

Bisa kita tarik kesimpulan, bagaimana-kah cara kita mempengaruhi masyarakat? Tentu dengan cara-cara seperti di atas. Kita bisa menguasai dunia bahkan melalui industri-industri kreatif semacam itu. Sudah banyak pemuda Indonesia tamatan S3 dari luar negeri, bahkan mendapat predikat cumlaude, tetapi ujung-ujungnya mereka hanya menjadi pegawai berkeahlian tinggi. Namun, bukanlah seseorang yang dapat mempengaruhi pikiran masyarakat atau menggerakkan masyarakat. 

Nah, itulah yang kita butuhkan. Pemuda-pemuda kreatif yang dapat bersaing di dunia, tidak hanya di dalam negeri. Maka kita harus tahu bagaimana cara memprenetasi masyarakat, sehingga kita tak hanya menjadi penikmat atau konsumen. Kita tidak bisa terus-menerus mengonsumsi, kita harus bergerak untuk memproduksi.

Sebagai negara keempat dengan warga negara terbesar di dunia, Indonesia merupakan negara konsumen yang besar pula. Sehingga itu, banyak produsen yang memanfaatkan sifat konsumtif orang Indonesia. 

Ya, mereka akan memborbardir kita dengan promosi-promosi. Ada promosi yang paling menggiurkan yang pernah aku liat, yaitu, "Beli pulsa dapat HP"!

Kebayang nggak, siapa yang nggak tergoda dengan promosi beli pulsa dapet HP. Sama aja kayak beli susu dapet sapi. Tapi, coba pikirin, buat siapa penawaran ini? Kalo ditujukan buat orang yang udah punya HP, dengan beli pulsa biar HP-nya dua? Nggak make sense. 

Nah, mungkin ditujukan buat orang yang belum punya HP. Ya, baru tepat. Tapi.... Kalo nggak punya HP, ngapain dia beli pulsa ya?  

Aku pengen liat orang di Pom Bensin gini,

"Bang, bensin 5 liter, ya."
"Mobilnya mana?"

"Nggak ada...."
"....."

Lah. Kampret, ya..... Ternyata orang tadi itu nggak naik mobil, tapi naik motor.

Pokoknya, kita harus menguasai sektor-sektor tersebut dengan membentuk pelajar yang kreatif. Berasal darimana? Dari sekolah tentunya. Kita harus membenahi pendidikan kita dulu sebagai aspek dasar sehingga kita dapat membuat mimpi itu menjadi kenyataan.

Kita harus merubah mindset, cuma yang jago Matematika dan IPA yang pinter, sedangkan yang lain tidak. Padahal, orang yang jago Agama juga pinter, yang jago Prakarya juga pinter. Oleh karena itu, kita harus bisa mengeksploitasi setiap detail bakat dari seorang anak.

Sebelum diakhiri, penggunaan kata "kita" disini ditujukan pada pemerintah, masyarakat, dan tentunya aku sendiri.

Ya, semoga apa yang aku harapkan semoga menjadi kenyataan. Aku juga yakin, bukan hanya aku yang berharap demikian. Tentunya hampir seluruh masyarakat Indonesia juga seperti ini. Dan, terima kasih kepada semua yang udah baca. Aku berharap masukan dan komentarnya kalo aku ada salah, dan semoga aku makin semangat nulis!

Bye!














Baca juga yaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon memberi komentar dengan sopan dan bijak. Silahkan komentar sepuasnya, selagi gratis!
=)